Raffi Ahmad (lahir di Bandung, 17 Februari 1987; Kasus narkoba yang melibatkan Raffi Ahmad hingga kini masih terus berjalan. Hal itu seperti disampaikan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Anang Iskandar.
Ia menjelaskan, penyidik BNN akan terus menuntut persidangan kasus Raffi Ahmad bisa segera digelar agar diketahui proses hukumnya.
"Penyidik BNN tetap menuntut kasus Raffi bisa dipersidangkan supaya jelas. Soal apa pun hukumannya, tidak masalah," kata Anang di Gedung MNC Plaza, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Anang menegaskan kasus tersebut masih tetap berjalan. Namun dalam perjalanannya, pihak kejaksaan tidak mau menerima berkas pemeriksaan Raffi Ahmad.
"Masih dalam perjalanan, itu enggak berhenti. Jaksanya enggak mau terima (berkas) saja itu. Kalau terima, pasti sudah akan sidang," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, Raffi ditangkap polisi di kediamannya di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, pada 27 Januari 2013, sekira pukul 06.00 WIB.
BNN menemukan 14 butir metilon dan dua linting ganja di dalam rumah Raffi. Setelah kejadian itu, Raffi langsung menjalani rehabilitasi di Lido, Sukabumi.
Kasus narkoba yang menyeret kakak Syahnaz Sidiqah itu pun sempat mati suri karena belum ada perkembangan signifikan. Apalagi, narkoba yang dikonsumsi Raffi tergolong jenis baru, yang belum diatur dalam perundang-undangan Indonesia.
Menurut sahabat Raffi ahmad yaitu Ayu Dewi pasca bebas dari panti rehabilitasi, Raffi Ahmad jadi lebih soleh. Kini dia jadi lebih rajin beribadan dan tidak pernah meninggalkan shalat.
"Kerasa kalau Raffi lebih sholeh, kalau lagi ngobrol, 'sebentar saya solat dulu', gitu. Seneng banget deh," ungkap Ayu Dewi saat ditemui
Raffi Ahmad memulihkan nama baik dengan acara kembali menjadi presenter acara musik di salah satu televisi dan sekarang namanya makin melambung dan sekarang dia sudah menikah dengan Nagita slavina dan mempunyai seorang anak.
Jumat, 25 Desember 2015
Kamis, 26 November 2015
Tugas IBD 2
Kisah Kelam Cinta Pertama
Pagi
pertama aku masuk sekolah kelas sebelas (2 SMA) aku berjalan menyusuri tangga
menuju kelasku.Waktu aku berjalan tak sengaja aku melihat sesosok mahluk tuhan
paling manis dan ternyata itu adalah cinta pertamaku,aku dan dia berada di satu
kelas yang sama. Kami memang sudah kenal dari kelas sepuluh dia adalah teman
dari teman sekelasku. Wajahnya tidak begitu cantik seperti model di televisi
tapi dia mempunyai daya tarik yang bisa membuat cowo di sekolahku jatuh hati
padanya termasuk aku. Aku adalah salah satu pria yang sedikit agak beruntung
pernah dekat dengan dia,dia memang humoris dan orangnya asik diajak
ngobrol,karena kita setiap hari ketemu disekolah perasaan ini makin lama makin
menjadi-jadi. Rasa sayangku kepada dia melebihi rasa sayang kepada diriku
sendiri. Tapi apakah dia mempunyai rasa yang sama? Entahlah itu biar menjadi
urusan nya tetapi aku menikmati hubungan ini.mengapa aku begitu menyayangi dia
,itu karena kita dulu sangat dekat sampai kalau ada jam pelajaran kosong pasti
kami selalu mengobrol entah obrolan yang penting maupun tidak penting seperti
ngobrolin justin bieber karena dia sangat nge-fans dengan justin bieber
dll.kami memang sangat dekat dan kita berdua tidak ada yang jaim(jaga image)
jadi enak aja gitu kalau udah bareng dia seperti dunia ini milik kita berdua
hehehe hari-hari yang kita lalui memang sangat ceria.sampai kita kemana-mana
selalu bareng mau itu ke kantin,ke perpustakaan sampai ke kamar mandi pun
bareng karena toilet disekolah ku itu bersebelahan kamar mandi cowo dan kamar
mandi cewe. Kami memang sangat dekat sampai akhirnya aku menjaga jarak ketika
aku mendengar dengan cowo lain.mulai saat itu aku hanya bisa memandang dia dari
jauh karena yang aku dengar dia memang menjalin hubungan dengan cowo lain distu
hatiku merasa di sobek-sobek aku tidak tahu harus gimana lagi aku hanya bisa
tersenyum,senyum kebohongan karena sebenarnya hatiku menangis setiap kali aku
mendengar dia cerita tentang hubungannya dengan pacarnya kepada temanku aku
merasa sangat cemburu tapi mau bagaimana lagi aku tidak bisa berbuat apa-apa
lagi mungkin itu pilihan dia dan mungkin aku hanya menjadi pelampiasan nya
ketika dia sedang bosan. Itulah kisah cinta pertama ku. Terimakasih
Senin, 19 Oktober 2015
ILMU BUDAYA DASAR
UNIVERSITAS GUNADARMA
NAMA : Fikry Nami Pradito
NPM : 12515683
KELAS : 1PA16
FAKULTAS : Psikologi
JURUSAN : Psikologi S1
MATAKULIAH : Ilmu Budaya Dasar
BAB I
PENDAHULUAN
Bagi seseorang mahasiswa,bidang studi Ilmu Budaya
Dasar merupakan mata pelajaran yang penting.Hal ini sangat akan membantu
pelajaran dari seorang mahasiswa.Saya menulis makalah ini bertujuan untuk
berbagi ilmu,dan untuk nilai mata kuliah softskill.
Dalam makalah ini saya akan membahas tentang ilmu budaya dasar.Yang akan
sangat membantu untuk kehidupan sehari-hari dengan sesama mahluk hidup.Materi
yang saya tulis mencakup pengertian ilmu budaya dasar yang biasa dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,baik cara
penyajiannya,dari segi isi ataupun bahasa.Demikianlah,makalah ini dapat di
manfaatkan dengan sebaik-baiknya.
1.1 LATAR BELAKANG
Latar belakang saya
mengangkat judul Ilmu Budaya Dasar Suku Akit dari Riau dan Suku Betawi dari DKI
Jakarta adalah untuk menyelesaikan tugas dari yang diberikan oleh dosen.Selain
itu, untuk berbagi dengan mahasiswa lainnya.
Disamping itu,Ilmu Budaya Dasar adalah ilmu yang
sangat berguna dan akan di oakai seumur hidup.Oleh karena itu saya menulis
makalah ini adalah untuk memperdalam kemampua menulis saya dalam menyelesaikan
tugas laporan.
Ilmu Budaya Dasar adalah
pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah budaya,khususnyayang diwujudkan oleh
masyarakat dengan menggunakan pengertian-pengertian yang berasal dari berbagai
bidang pengetahuan
1.2 RUMUSAN MASALAH.
1. Bagaimana sejarah kebudayaan tersebut terbentuk?
2. Bagaimana cara
melestarikan kebudayaan tersebut?
3. Bagaimana perna
pemerintah pemerintah untuk melestarikan kebudayaan tersebut?
1.3 MNFAAT DAN TUJUAN
MANFAAT:
1. Kebudayaan masyarakat
setempat dan perkembangannya dari waktu ke waktu.
2. Merupakan perangkat sistem
kehidupan masyarakat.
3. Sebagai cara mencirikan
kehidupan masyarakat yang khas.
TUJUAN
1. Menjaga kebudayaan tersebut.
2. Peran masyarakat dan
pemerintah untuk melestarikan kebudyaan tersebut.
3. Untuk mengetahui
sejarah-sejarah kebudayaan tersebut.
BAB II
2.1 Suku Akit dari
Riau
Suku
yang ada di Provinsi Riau yaitu Melayu, Akit, Talang Mamak, Hutan, Sakai, Laut,
Bunoi. Adapun Suku Akit merupakan suku asli yang mendiami wilayah Pulau Rupat
tepatnya di Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis. Suku ini telah lama
mendiami pulau ini sebelum suku-suku lainnya menjadikan pulau ini sebagai
tempat tinggal.
Sumatera merupakan tempat tinggal bagi suku-suku besar
yang mempunyai tradisi budaya terkenal seperti Aceh, Batak, Minangkabau dan
Melayu. Selain itu terdapat juga sejumlah suku-suku minoritas dan nyaris tidak
dikenal. Sebagian besar suku ini terdapat di dataran rendah Sumatera sebelah
timur dimana mereka pernah hidup secara tradisional di kawasan hutan luas
diantara sungai-sungai penting maupun rawa-rawa pantai dan pulau-pulau lepas
pantai.
Di pedalaman terdapat Orang Sakai yang berada diantara
Sungai Rokan dan Siak, Orang Petalangan diantara sungai Siak dan Kampar dan
diantara Sungai Kampar dan Indragiri, dan Orang Talang Mamak diantara sungai
Indragiri dan Batang Hari.
Ada juga Orang Batin Sembilan di kawasan antara sungai
Batang Hari dan Musi, khususnya di sisi perbatasan propinsi Jambi. Suatu
populasi yang mempunyai hubungan erat dengan Orang Batin Sembilan berada dan
pernah hidup secara tradisional di kawasan sisi perbatasan Sumatera Selatan.
Kawasan-kawasan lebih kecil yang terbentuk oleh banyak cabang sungai di hulu
DAS Batang Hari dan DAS Musi merupakan tempat tinggal bagi orang-orang yang
menamakan dirinya sebagai Orang Rimba. Satu-satunya suku minoritas yang tidak
tinggal di pedalaman diantara sungai-sungai adalah Orang Bonai. Mereka mendiami
daerah berawa di pertengahan DAS Sungai Rokan yang bersebelahan dengan kawasan
Orang Sakai.
Di kawasan pantai tedapat Orang Akit tepatnya di pulau
Rupat diantara muara sungai Siak dan Rokan dan Orang Utan di beberapa pulau dan
tanah daratan antara kuala Sungai Siak dan Kampar. Kemudian diantara kuala
sungai Kampar dan Batang Hari terdapat Orang Kuala atau dalam bahasa mereka
disebut Duano.
Di pulau-pulau lepas pantai tedapat berbagai
sub-kelompok Orang Laut dari kepulauan Riau dan Lingga. Selain itu juga
terdapat keturunan Orang Darat yang dulunya hidup di pedalaman pulau-pulau Riau
yang besar, namun keadaan mereka sekarang tidak diketahui.
Di Sumatera Selatan terdapat Orang Sekak di kawasan
pesisir kepulauan Bangka dan Belitung. Pada waktu dulu mereka biasa hidup
berpindah-pindah sebagai orang perahu. Yang tersisa adalah Orang Lom, disebelah
utara pulau Bangka.
Dalam kemajemukan bangsa Indonesia terdapat berbagai
suku bangsa yang hingga sekarang ini kita sebut “suku-suku bangsa terasing”,
suatu istilah yang kini terasa kurang positif. Ketika istilahnya diajukan,
maksudnya ialah untuk menunjuk pada “keterasingan” dalam arti geografis karena
daerah yang dihuni suku-suku bangsa bersangkutan, memang sulit dijangkau.
Mereka umumnya bermukim dalam wilayah yang sangat terpencil. Akan tetapi,
selanjutnya lebih diakui “keterasingan” mereka dalam arti sosial budaya, yaitu
terdapatnya kesenjangan sosial-budaya suku-suku bangsa dengan keadaan bangsa
Indonesia.
Kelambanan dan kurang berhasilnya program pembinaan
komunitas adat terpencil di Indonesia pada umumnya, bukanlah semata-mata karena
keterbatasan dana, data, dan tenaga trampil, melainkan juga karena belum
ditemukannya rancangan program pembinaan yang terarah dan teruji sesuai dengan
konsep sosial budaya Masyarakat Suku Akit itu sendiri.
Menurut Mozkowski (1908, 1909) dan Loeb (1935) pola
kehidupan Masyarakat suku Sakai pada dasamya adalah mengembara. Mereka hidup
dari meramu hasil hutan, berburu hewan liar dan menangkap ikan, sambil menanami
ladang mereka pun menanam ubi kayu beracun (ubi menggalo). Kebiasaan mengembara
tersebut berubah karena ada perintah dari Sultan Siak yang mengliaruskan mereka
menanami ladang mereka dengan padi. Kewajban menanam padi di ladang ini
dilakukan dengan pengawasan yang ketat oleh para halin (kepala dukuh) yang
bersangkutan, disertai sanksi yang keras. Penanaman padi dilakukan dengan
berbagai upacara yang bersifat sakral. Penanaman uhi menggalo, yang sebenamya
merupakan makanan pokok Masyarakat suku Sakai, tidak dilakukan dengan perawatan
yang sungguh-sungguh dan tidak disertai dengan upacara apa pun.
Pada masa lampau kegiatan hidup mereka lebih banyak
dilakukan di perairan laut dan muara-muara sungai. Mereka mendirikan rumah di
atas rakit-rakit yang mudah di pindahkan dan satu tepian ke tepian lain. Daerah
mereka termasuk ke dalam kepenghuluan Hutan Panjang, kecamatan Rupat, kabupaten
Bengkalis. Jumlah populasinya sekitar 3.500 jiwa.
Menurut cerita orang tua-tua mereka, nenek moyang
orang Akit berasal dan salah satu anak suku Kit yang menghuni daratan Asia
Belakang. Karena suatu alasan mereka mengembara ke selatan, melewati
Semenanjung Malaka. Keadaan telah memaksa mereka mengenal gelombang dan asinnya
air laut, tetapi juga kebebasan bergerak di atas rakit dan sampan. Dengan
demikian mereka telah mulai mengembangkan kehidupan adaptif di perairan
kepulauan Riau. Orang Akit menggantungkan kehidupannya kepada kegiatan berburu,
menangkap ikan dan mengolah sagu. Mereka berburu babi hutan, kijang atau kancil
dengan menggunakan sumpit bertombak, panah, dan kadangkala pakai perangkap.
Teman setia mereka untuk perburuan macam itu adalah anjing.
Orang Akit memiliki adat kebiasaan bersunat yang
sebenarnya sudah jauh sebelum agama Islam masuk. Prinsip garis keturunan mereka
cenderung patrilineal. Selesai upacara perkawinan seorang isteri segera dibawa
oleh suaminya ke rumah mereka yang baru, atau menumpang sementara di rumah
orang tua suami. Pemimpin otoriter boleh dikatakan tidak kenal dalam Masyarakat
Suku Akit sederhana ini, tetapi karena pengaruh kesultanan Siak masa dulu
sukubangsa Akit mengenal juga pemimpin kelompok yang disebut batin. Orang Akit
dikenal pemberani dan berbahaya sekali dengan senjata sumpit beracunnya.
Sehingga mereka diajak bekerja sama memerangi Belanda yang pada zaman itu
sering menangkapi orang Akit untuk dijadikan budak. Mereka menyebut orang
Melayu sebagai orang selam, maksudnya Islam. Sistem kepercayaan aslinya
berorientasi kepada pemujaan roh nenek moyang. Pada masa sekarang sebagian
orang Akit sudah memeluk agama Budha, terutama lewat perkawinan perempuan
mereka dengan laki-laki keturunan Tionghoa.
Orang Akit mengenal tiga tahapan penting dalam
kehidupan manusia:
1.
Hamil dan melahirkan bayi,
2.
Perkawinan,
3.
Kematian.
Tahap-tahap tersebut dianggap sebagi puncak-puncak
peristiwa dalam hidup tetapi juga sebagai tahap-tahap yang paling berbahaya.
Untuk itu ada sejumlah upacara yang bertujuan agar dalam peristiwa-peritiwa
penting tersebut si pelaku dan keluargannya serta Masyarakat Suku Akit
tempatnya hidup dapat selamat dari segala bahaya. Segala peristiwa penting yang
menyangkut kehidupan manusia secara individual tersebut berlaku dalam kehidupan
keluarga. Suatu keluarga Masyarakat suku Akit pada dasarnya adalah keluarga
inti yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak mereka. Ada juga keluarga
Masyarakat suku Akit yang luas, ditambah dengan salah satu orangtua istri atau
suami, atau kemenakan yang menumpang sementara. Jumlah keluarga luas dalam
Masyarakat Akit tidak banyak, karena keadaan seperti itu dianggap sebagai
terkecualian untuk menolong orang jompo atau yang memerlukan pertolongan
sementara.
Salah satu ciri Masyarakat suku Akit sebagaiman
dilihat oleh orang Melayu adalah agama mereka bersifat animistik. Agama asli
Masyarakat suku Akit memang berdasarkan kepercayaan pada berbagai mahluk halus,
ruh, dan berbagai kekuatan gaib dalam alam semesta, khususnya dalam lingkungan
hidup manusia mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan hidup mereka. Mahluk
gaib ini mereka namakan antu, Sedangkan Mozkowski (1908, 1909) dan Loeb (1935)
menyebutkan bahwa Masyarakat suku Sakai percaya kepada Betara Guru.
Masyarakat suku Akit dikenal oleh orang Melayu sebagai
pembuat anyaman tikar dan rotan yang baik. Hal ini disebabkan karena sebagian
besar peralatan yang mereka gunakan dibuat dengan cara mengikat dan menganyam.
Mereka menganyam berbagai wadah untuk menyimpan dan mengangkut barang dari
rotan, daun rumbia, daun kapau, dan kulit kayu. Di masa lampau mereka juga
membuat pakain dari kulit kayu yang dipukul sedemikian rupa sehingga menjadi
tipis, halus seta kuat. Namun yang lebih unik lagi, dalam berbagai hal tersebut
mereka tidak menggunakan paku sebagai pengaitnya.
Selain menganyam yang merupakan keahlian dan kebiasaan
hidup mereka sehari-hari, nampaknya tidak ada bentuk kerajinan lainnya.
Kesenian yang biasa mereka nikmati Ungkapan adalah dikir (yang sebetulnya
adalah upacara pengobatan secara ungkapan kesenian dalam bentuk nyanyian atau
puisi tidak dikenal. Tetapi dongeng-dongeng yang bersifat fabel masih (sering
diceritakan kepada anak-anak mereka). Terutama dongeng mengenai si kancil,
dongeng ini mempunyai makna simbolik bagi identitas diri mereka yang
terbelakang, hanya dengan kecerdikan sajalah mereka dapat mengatasi segala
kesulitan hidup.
Dalam kehidupan Masyarakat suku Akit setiap keluarga
harus mempunyai sebidang ladang. Karena hanya dan hasil ladang itulah mereka
dapat memenuhi kebutuhan makanan mereka sehari-hari. Juga, lahan di ladang itulah
mereka hidup, yaitu membangun rumah, membentuk keluarga, merasa aman dan
menemukan jati diri mereka. Mereka dibesarkan di ladang dan membesarkan
anak-anak mereka.
Perawakan Tubuh Orang Suku Akit
Bentuk tubuh mereka tegap-tegap dan lebih tinggi dari pada
umumnya orang-orang Melayu yang berdiam di sekitar wilayah mereka. kulit mereka
berwarna kecoklatan dibakar cahaya matahari dan cuaca perairan, sehingga
menyembunyikan warna aslinya yang kekuning-kuningan. Dahi dan tulang pipinya
tinggi seperti ras Mongoloid pada umumnya. tetapi mata mereka sipit dan
rambutnya agak ikal.
Perkawinan Dalam Suku Akit
Anak perempuan mereka dikawinkan setelah berumur lima
belas tahun dan anak laki-laki mereka setelah berumur tujuh belas tahun. Mereka
harus menjalani adat bersunat pada usia 7 sampai 13 tahun, dan ini bukan karena
pengaruh Agama Islam. Gadis yang baru kawin segera dibawa oleh suaminya ke
rumah mereka yang baru, atau menumpang sementara di rumah orang tua suami.
Pihak lelaki menyerahkan "uang beli" kepada orang tua si gadis. Untuk
si gadis disediakan pula mas kawin berupa cincin sepasang, kain baju dan alat
rumah tangga selengkapnya. Untuk pesta kawinnya mereka memotong babi, minum
tuak, kemudian menyanyi dan menari sampai pagi.
Suku Akit Dalam Hubungannya Dengan Kesultanan Siak
Pada zaman Kesultanan Siak, suku bangsa ini sudah
disegani, antara lain karena kemampuan mereka untuk bertahan hidup di perairan,
pemberani dan berbahaya sekali dengan senjata sumpit beracunnya. Oleh sebab itu
mereka diajak bekerja sama memerangi Belanda yang pada zaman itu sering
menangkapi orang Akit untuk dijadikan budak. Gangguan orang Akit pada zaman
kolonial itu dicatat Belanda sebagai perompak laut yang sulit untuk ditumpas
habis.
Dilingkungan Kesultanan Siak sendiri mereka akhirnya memiliki seorang batin, yaitu pemimpin masyarakat Akit yang diakui oleh sultan siak. Walaupun sempat berhubungan erat dengan Kesultanan Siak, orang Akit sendiri amat sedikit terpengaruh oleh Kebudayaan Melayu, kecuali tunduk kepada kesultanan Siak yang sedang kuat pada masa itu dan memakai bahasa Melayu ketika berhubungan dengan orang lain, mereka tetap mempertahankan identitas kesukubangsaannya sendiri.
Mereka menyebut orang Melayu sebagai orang selam, maksudnya Islam. Sistem kepercayaan asli mereka yang memuja nenek moyang akhirnya hanya bisa dipengaruhi oleh ajaran moral Budha. pada masa sekarang banyak sekali perempuan Akit yang dikawini oleh laki-laki keturunan Tiongkok yang kehidupan ekonominya tidak jauh berbeda dengan masyarakat Akit pada umumnya. Keturunan Tiongkok perantau ini nampaknya suka berbesanan dengan orang Akit, terutama agar bisa berdiam di wilayah tersebut.
Dilingkungan Kesultanan Siak sendiri mereka akhirnya memiliki seorang batin, yaitu pemimpin masyarakat Akit yang diakui oleh sultan siak. Walaupun sempat berhubungan erat dengan Kesultanan Siak, orang Akit sendiri amat sedikit terpengaruh oleh Kebudayaan Melayu, kecuali tunduk kepada kesultanan Siak yang sedang kuat pada masa itu dan memakai bahasa Melayu ketika berhubungan dengan orang lain, mereka tetap mempertahankan identitas kesukubangsaannya sendiri.
Mereka menyebut orang Melayu sebagai orang selam, maksudnya Islam. Sistem kepercayaan asli mereka yang memuja nenek moyang akhirnya hanya bisa dipengaruhi oleh ajaran moral Budha. pada masa sekarang banyak sekali perempuan Akit yang dikawini oleh laki-laki keturunan Tiongkok yang kehidupan ekonominya tidak jauh berbeda dengan masyarakat Akit pada umumnya. Keturunan Tiongkok perantau ini nampaknya suka berbesanan dengan orang Akit, terutama agar bisa berdiam di wilayah tersebut.
2.3 Suku Betawi Dari
DKI Jakarta.
Suku Betawi adalah sebuah suku bangsa di Indonesia yang penduduknya umumnya
bertempat tinggal di Jakarta.
Sejumlah pihak berpendapat bahwa Suku Betawi berasal
dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa pada masa lalu. Secara biologis,
mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah
campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa
yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru
di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis
lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Melayu, Jawa, Arab, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, dan Tionghoa.
Namun menurut sebagian Peneliti yang sepaham dengan
Lance Castles yang pernah meneliti tentang Penduduk Jakarta dimana Jurnal
Penelitiannya diterbitkan tahun 1967 oleh Cornell University dikatakan bahwa
secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum
berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai
kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Melayu, Jawa, Bali, Bugis, Makassar,dan Ambon, serta suku-suku pendatang, seperti Arab, India, Tionghoa, dan Eropa.
Pada penelitiannya Lance Castles menitik beratkan pada
empat sketsa sejarah yaitu:
- Daghregister, yaitu catatan harian tahun 1673
yang dibuat Belanda yang berdiam di dalam kota benteng Batavia.
- Catatan Thomas Stanford Raffles dalam History of
Java pada tahun 1815.
- Catatan penduduk pada Encyclopaedia van
Nederlandsch Indie tahun 1893
- Sensus penduduk yang dibuat pemerintah Hindia
Belanda pada tahun 1930.
Dimana semua sketsa sejarahanya dimulai pada tahun
1673 (Pada Akhir Abad ke 17), sketsa inilah yang oleh sebagian ahli lainnya
dirasakan kurang lengkap untuk menjelaskan asal mula Suku Betawi dikarenakan
dalam Babad Tanah Jawa yang ada pada abad ke 15 (tahun 1400-an Masehi) sudah
ditemukan kata "Negeri Betawi". Suku Betawi secara geografis terletak
di pulau Jawa, namun secara sosiokultural lebih dekat pada budaya Melayu Islam.
Seni dan kebudayaan
Seni dan Budaya asli
Penduduk Jakarta atau Betawi dapat dilihat dari temuan arkeologis, semisal
giwang-giwang yang ditemukan dalam penggalian di Babelan, Kabupaten Bekasi yang
berasal dari abad ke 11 masehi. Selain itu budaya Betawi juga terjadi dari proses
campuran budaya antara suku asli dengan dari beragam etnis pendatang atau yang
biasa dikenal dengan istilah Mestizo . Sejak zaman dahulu, wilayah bekas kerajaan
Salakanagara atau kemudian dikenal dengan "Kalapa" (sekarang Jakarta) merupakan wilayah yang menarik pendatang dari dalam dan
luar Nusantara, Percampuran budaya juga datang pada masa Kepemimpinan Raja
Pajajaran, Prabu Surawisesa dimana Prabu Surawisesa mengadakan perjanjian
dengan Portugal dan dari hasil percampuran budaya antara Penduduk asli dan
Portugal inilah lahir Keroncong Tugu.Suku-suku yang mendiami Jakarta sekarang antara lain, Jawa, Sunda, Melayu, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Betawi juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugis.
Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik dari Indonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah cagar budaya di Situ Babakan.
Bahasa
Sifat campur-aduk
dalam bahasa Betawi atau Melayu Dialek Jakarta atau Melayu Batavia adalah
cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil dari
asimilasi kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara
maupun kebudayaan asing.Ada juga yang berpendapat bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar "Kalapa" (sekarang Jakarta) juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau penduduk asli Betawi yang pada awalnya berbahasa Kawi dan mendiami daerah sekitar pelabuhan Sunda Kalapa (jauh sebelum Sumpah Pemuda) sudah menggunakan bahasa Melayu, bahkan ada juga yang mengatakan suku lainnya semisal suku Sunda yang mendiami wilayah inipun juga ikut menggunakan Bahasa Melayu yang umum digunakan di Sumatera dan Kalimantan Barat, penggunaan bahasa ini dikarenakan semakin banyaknya pendatang dari wilayah Melayu lainnya semisal Kalimantan Barat dikarenakan dianggap abainya Syailendra ketika dimintai tolong oleh Sriwijaya untuk menjaga wilayah perairan laut sebelah barat Sungai Cimanuk sebagai hasil Perjanjian Damai Sriwijaya - Kediri yang dimediasi oleh China yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.
Karena perbedaan bahasa yang digunakan antara suku Betawi dengan suku Sunda diwilayah lainnya tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi. Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan tearkhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik[10] yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi. Dialek Betawi sendiri terbagi atas dua jenis, yaitu dialek Betawi tengah dan dialek Betawi pinggir. Dialek Betawi tengah umumnya berbunyi "é" sedangkan dialek Betawi pinggir adalah "a". Dialek Betawi pusat atau tengah seringkali dianggap sebagai dialek Betawi sejati, karena berasal dari tempat bermulanya kota Jakarta, yakni daerah perkampungan Betawi di sekitar Jakarta Kota, Sawah Besar, Tugu, Cilincing, Kemayoran, Senen, Kramat, hingga batas paling selatan di Meester (Jatinegara). Dialek Betawi pinggiran mulai dari Jatinegara ke Selatan, Condet, Jagakarsa, Depok, Rawa Belong, Ciputat hingga ke pinggir selatan hingga Jawa Barat. Contoh penutur dialek Betawi tengah adalah Benyamin S., Ida Royani dan Aminah Cendrakasih, karena mereka memang berasal dari daerah Kemayoran dan Kramat Sentiong. Sedangkan contoh penutur dialek Betawi pinggiran adalah Mandra dan Pak Tile. Contoh paling jelas adalah saat mereka mengucapkan kenape/kenapa'' (mengapa). Dialek Betawi tengah jelas menyebutkan "é", sedangkan Betawi pinggir bernada "a" keras mati seperti "ain" mati dalam cara baca mengaji Al Quran.
Musik
Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi
memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tionghoa, tetapi
juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, orkes Samrah berasal dari
Melayu, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab, dan Tanjidor yang
berlatarbelakang ke-Belanda-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni
Lenong, Gambang Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong. Betawi juga memiliki
lagu tradisional seperti "Kicir-kicir".
Tari
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan
antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Contohnya tari
Topeng Betawi, Yapong yang dipengaruhi tari Jaipong Sunda, Cokek, tari silat
dan lain-lain. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan
Tiongkok, seperti tari Yapong dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing.
Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama
juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.
Drama
Drama tradisional Betawi antara lain Lenong
dan Tonil. Pementasan lakon tradisional ini biasanya menggambarkan kehidupan
sehari-hari rakyat Betawi, dengan diselingi lagu, pantun, lawak, dan lelucon
jenaka. Kadang-kadang pemeran lenong dapat berinteraksi langsung dengan
penonton.
Cerita rakyat
Cerita rakyat yang berkembang di Jakarta
selain cerita rakyat yang sudah dikenal seperti Si Pitung, juga dikenal cerita
rakyat lain seperti serial Jagoan Tulen atau si jampang yang mengisahkan
jawara-jawara Betawi baik dalam perjuangan maupun kehidupannya yang dikenal
"keras". Selain mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan,
juga dikenal cerita Nyai Dasima yang menggambarkan kehidupan zaman kolonial.
cerita lainnya ialah Mirah dari Marunda, Murtado Macan Kemayoran, Juragan Boing
dan yang lainnya.
Senjata tradisional
Senjata khas Jakarta adalah bendo atau golok
yang bersarungkan dari kayu.
Kepercayaan
Sebagian besar Orang Betawi menganut agama
Islam, tetapi yang menganut agama Kristen; Protestan dan Katolik juga ada namun
hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang
menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan
bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja
Pajajaran mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis
membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk
komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada
dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kebudayaan indonesia sangat beragam,apalagi jika kita mempelajarinya semua
kita bisa menemukan perbedaan dari setiap kebudyaan tersebut,baik dalam aspek
sosial,kebudayaan dan lain-lain.Kebudayaan suku akit dan suku betawi merupakan
bagian dari kebudayaan yang ada di indonesia,dengan kita membaca dan
mempelajrinya kita bisa tau bahwa kebudayaan tersebut sudah ada sejak jaman
dahulu.
3.2 SARAN
Marilah kita bersyukur karena kita hidup di Indonesia karena Indonesia
memiliki banyak sekali kebudayaan ,maka dari itu kita haru menjaga dan
melestarikan kebudayaan yg ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Betawi
Langganan:
Postingan (Atom)